Sabtu, 26 November 2016

MAKALAH
PSIKOLOGI BELAJAR
MULTI KECERDASAN DALAM BELAJAR
Dosen Pengampu Mata Kuliyah: PROF DR. H. Muhammad Taufik


 


SAIFUL RIZAL  :1501010101



JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
2016/2017


KATA PENGANTAR
                                 
Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Multi Kecerdasan Dalam Belajar” dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah(Psikologi Belajar)yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua yang selalu mendukung kelancaran dalam penyelesaian makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah ( psikologi Belajar) dan dipresentasikan dalam pembelajaran di kelas. Makalah ini dianjurkan untuk dibaca oleh semua mahasiswa pada umumnya sebagai penambah pengetahuan dan pemahaman tentang sejarah pendidikan islam indonesia.
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca yang budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Mataram, 22 November 2016


Penyusun




DAFTAR ISI
KATA PENGANTA ........................................................................... …………… i
DAFTAR ISI ........................................................................................ …………… ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ........................................................................... …………… 1
B.     Rumusan Masalah ...................................................................... …………… 1
C.     Tujuan ......................................................................................... …………… 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kecerdasan dan Kecerdasan Majemuk (Multiple Intellegences)  .. 2
 B. Kecerdasan Intelektual, Emosionnal dan Spiritual dalam Belajar PAI  ……...4
 C. Kecerdasan Psikomotorik  dalam Belajar PAI ............................. …………..  7
D. Makna dan pentingnya Kreativitas  dalam Belajar PAI ............... ………….. 10
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ....................................................................................... …………..13



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kecerdasan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan sukses dan gagalnya Peserta Didik belajar di sekolah.Peserta Didik mempunyai taraf kecerdasan rendah atau di bawah normal sukar untuk diharapkan memperoleh prestasi yang tinggi. Tetapi tidak ada jaminan bahwa dengan taraf kecerdasan tinggi seseorang secara otomatis  dia  akan sukses belajar di sekolah.
B.     Rumusan Masalah
1.Apa penertian dari Kecerdasan dan Kecerdasan Majmuk (Multiple intellegences) ?
2.Apasaja kecerdasan yang ada di dalam belajar ?
3.Apa yang di maksud dengan kecerdasan Psikomotorik  dalam Belajar PAI ?
4.Apa Makna serta pentingnya Kreativitas  dalam Belajar ?
C.     Tujuan
1.Untuk mengetahui penertian dari Kecerdasan dan Kecerdasan Majmuk (Multiple intellegences).
2.Untuk mengetahui Apasaja kecerdasan yang ada di dalam belajar.
3.Untuk mengetahui Apa yang di maksud dengan kecerdasan Psikomotorik  dalam Belajar PAI.
4.Untuk mengetahui Makna serta pentingnya Kreativitas  dalam Belajar.



BAB II
PEMBAHASAN
MULTI KECERDASAN DALAM BELAJAR
A.    Pengertiana Kecerdasan dan Kecerdasan Majmuk (Multiple intellegences)
a)                        Pengertian kecerdasan
Pengertian dari kecerdasan menurut Howard Gardner adalah suatu kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk yang mempunyai nilai budaya atau suatu kumpulan kemampuan atau ketrampilan yang dapat ditumbuhkembangkan
b)                        Pengertian Kecerdasan Majmuk (Multiple intellegences)
Intelligence atau biasa diartikan sebagai kecerdasan  adalah merupakan suatu konsep mengenai kemampuan  umum  individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini,  terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik.
Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan individu  suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan atau keterampilan tertentu setelah melalui suatu latihan.
Jean Piaget mendefinisikan kecerdasan adalah sesuatu yang kamu gunakan jika kamu tidak tahu apa yang harus kamu lakukan (intelligence is what you use when you don`t know what to do).
Kecerdasan (Intelegensia) secara umum dipahami pada dua tingkat yakni : Kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved)  dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah.
Jadi mudah dipahami bahwa kecerdasan adalah pemandu  bagi kita untuk mencapai sasaran-sasaran kita secara efektif dan efesien. Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas, akan mampu memilih strategi pencapain sasaran yang lebih baik dari orang yang kurang cerdas. Artinya orang yang cerdas mestinya lebih  sukses dari orang yang kurang cerdas. Yang sering membingungkan ialah kenyataan adanya orang yang kelihatan tidak cerdas (sedikitnya disekolah) kemudian tampil sukses, bahkan lebih sukses dari rekan-rekannya yang lebih cerdas, dan sebaliknya.
Kecerdasan majemuk adalah sebuah teori kecerdasan yang mengatakan bahwa kecerdasan tidak hanya terfokus pada satu sisi kecerdasan, tetapi banyak sisi lain dari kecerdasan itu sendiri. Tokoh dari teori kecerdasan majemuk yang paling terkenal adalah Howard Gardner dengan teorinyamultiple intelligence.[1]
Multiple Intelligence adalah teori kecerdasan majemuk yang dipaparkan Prof. Howard Gardner. Multiple intelligence atau kecerdasan majemuk pada dasarnya adalah sebuah konsep yang menunjukkan kepada kita bahwa potensi anak-anak kita, khususnya jika dikaitkan dengan kecerdasan,ternyata banyak sekali. Memahami multiple intelligence bukanlah untuk membuat anak-anak kita menjadi hebat. Namun,konsep tersebut, paling tidak dapat  membantu kita untuk memahami bahwa anak-anak kita itu menyimpan potensi yang luar biasa. [2]
Howard Gardner, penemu sekaligus pengembang teori ini mendefinisikan bahwa kecerdasan majemuk adalah “kumpulan kemampuan atau kapasitas yang dimiliki seseorang untuk memahami informasi, mengumpulkan fakta dan menyampaikan pengetahuan yang didapatnya”. Menurutnya, kecerdasan lebih berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah dan menciptakan inovasi dalam lingkungan yang kondusif dan alamiah.(Rohmana.J.A : 2007)
Prof. Howard Gardner mendefenisikan kecerdasan sebagai:
1.      Kemampuan memecahkan masalah yang muncul dalam kehidupan nyata.
2.      Kemampuan melahirkan masalah baru untuk dipecahkan.
3.       Kemampuan menyiapkan atau menawarkan suatu layanan yang bermakna dalam kehidupan kultur tertentu.
Kecerdasan Majemuk adalah kemampuan memecahkan masalah dan menciptakan produk yang bernilai budaya (anak yang bisa menghasilkan sesuatu dan bisa dinikmati dalam kehidupan manusia). Secara umum kecerdasan ini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam berpikir, bertindak dan berperilaku sesuai dengan apa yang dihadapi. (Julie Erika, 2005:3)
Menurut Gardner (Meilania, 2006: 2) manusia itu, siapa saja, kecuali cacat atau punya kelainan otak, sedikitnya memiliki 8 atau 9 kecerdasan.Kecerdasan manusia saat ini tidak hanya dapat diukur dari kepandaiannya menguasai matematika atau menggunakan bahasa.Ada banyak kecerdasan yang dapat diidentifikasi di dalam diri manusia.
Intelegensi/kecerdasan itu ialah faktor total, berbagai macam daya jiwa erat bersangkutan  di dalamnya (ingatan ,fantasi, perasaan, minat dan sebagainya turut mempengaruhi seseorang). Kita hanya dapat mengetahui intelegensi dari tingkah laku atau perbuatannyayang tampak. Intelegensinya dapat kita ketahui dengan cara tidak langsungmelalui kelakuan intelegensinya. Dan kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang tidak hanya satu kecerdasan saja tetapi dengan tidak disengaja seseorang tersebut memiliki beberapa keceradasan atau yang disebut kecerdasan majemuk atau kecerdasan ganda.
Pengertian intelegensi menurut beberapa ahli, adalah sebagai berikut:
1.                        Intelegensi menurut “Claparde dan Stern”  adalah kemampuan  untuk menyesuaikan diri secara mental terhadap situasi dan kondisi baru.
2.                        Menurut David Wechsler, intelligensi adalah kemapuan  untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara  efektif.
3.                        K. Buhler  mengatakan  bahwa intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian.[3]
               
B.     Kecerdasan Intlektual, Emosional, Dan Spiritual Dalam Belajar PAI

Kecerdasan merupakan salah satu faktor yang dapat  mempengaruhi prestasi belajar. Sekarang ini dikenal beberapa jenis kecerdasan diantaranya kecerdasan intelektual, kecerdasan Emosional dan kecerdasan Spiritual.
1.            Kecerdasan Intelektual (IQ)
Kecerdasan ini di temukan pada sekitar tahun 1912 oleh William Sterm. Terletak di otak bagian Cortex (kulit otak). Kecerdasan ini adalah sebuah kecerdasan yang memberikan kita kemampuan untuk berlogika, berhitung, beranalogi, berimajinasi dan memiliki daya kreasi dan inovasi. Para pakar psikologi mengungkapkannya dengan What I Think?
Dan menurut Stephen R. Covey, IQ adalah kecerdasan manusia yang berhubungan dengan mentalitas, yaitu kecerdasan untuk menganalisis, berfikir, menentukan kausalitas, berfikir abstrak, bahasa, visualisasi, dan memahami sesuatu. Kamampuan ini pada awalnya dipandang sebagai penentu keberhasilan seseorang. Namun pada perkembangan terakhir IQ tidak lagi digunakan sebagai acuan paling mendasar dalam menentukan keberhasilan manusia. Karena membuat sempit paradigma (dalam sukidi).
2. Kecerdasan Emosional (EQ)
Kecerdasan ini mulai dikenal pada akhir abad 20. Kecerdasan ini di otak berada pada otak bagian belakang manusia. Kecerdasan ini memang tidak mempunyai ukuran pasti seperti IQ, namun kita bisa merasakan kualitas keberadaannya dalam diri seseorang. Oleh karena itu EQ lebih tepat di ukur dengan feeling.
Kecerdasan emosional digambarkan segabai kemampuan untuk memahami suatu kondisi perasaan seseorang, bisa terhadap diri sendiri ataupun orang lain, kecerdasan ini lebih tepat diungkapkan dengan What I Feel. Banyak contah disekitar kita membuktikan bahwa orang yang memiliki gelar tinggi belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Seringkali mereka yang berpendidikan formal lebih rendah, ternyata lebi berhasil di dunia pekerjaan.
EQ adalah suara hati itulah yang seharusnya di jadikan pusat prinsip yang mampu mamberi rasa aman, pedoman, kekuatan serta kebijaksanaan. Menurut Covey, “disinilah anda berurusan dengan visi dan nilai anda. Di sinilah anda gunakan anugrah anda, kecerdasan diri (self awareness) untuk memeriksa peta diri anda, dan jika anda menghargai prinsip yang benar, maka paradigm anda sesungguhnya berdasarkan pada prinsip dan kenyataan dimana suara hati berperan sebagai kompasnya.
3.  Kecerdasan Spiritual (SQ)
Kecerdasan ini digagas pertama kali oleh Danar Zohar dari Harvard University dan Ian Marshall dari Oxford University. Dikatakan banwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau Value untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya.
Kecerdasan ini terletak pada satu titik yang disebut dengan God Spot. Mulai popular pada awal abad 21. Kecerdasan ini menjawab berbagai pertanyaan besar dalam diri manusia, kecerdasan ini mengngkapkan tentang jati diri seseorang atau di ungkapkan dengan Who I am, siapa saya? Dan untuk apa saya diciptakan? [4]
Selama ini banyakan anggapan bahwa IQ merupakan tolak ukur kecerdasan seseorang . Namun demikian hanya berbekal IQ tidaklah cukup. Ibaratnya IQ adalah kemampuan seseorang untuk mengenal dan merespon alam semesta, tetapi belum merupakan pengetahuan untuk mengenal dan memahami diri sendiri dan sesamanya . Diperlukan jenis kecerdasan yang berbeda untuk mengenal dirisendiri dan sesamanya yang disebut sebagai kecerdasan Emosional ( EQ). [5]
IQ tidak menjamin seseorang mempunyai prestasi  dan kehidupan yang sukses. Hal ini terjadi pada pertengahan 1990-an, ketika Danil Goleman memperlihatkan faktor-faktor yang terkait mengapa orang yang ber IQ sedang menjadi sangat sukses. Faktor-faktor ini mengacu pada suatu cara lain untuk menjadi cerdas. Cara itu disebut kecerdasan Emosional atau umumnya disebut dengan istilah EQ. Emotional Quotient ini merupakan keterampilan yang mencakup kesadaran diri dan dikendalikan dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasidiri, empati dan kecakapan sosial.
Dengan begitu tidak terbukti sepenuhnya pandangan mengenai orang yang berIQ pasti berhasil seperti yang diungkapkan oleh Daniel Goleman,seorang psikolog lulusan Harvard, bahwa IQ ternyata tidak berpengaruh pada sukses tidaknya seseorang IQ hanya menyumbang 20 % saja pada kesuksesan sementara 80 % lainnya dipengaruhi oleh faktor lain. EQ yang sesungguhnya amat banyak berpengaruh pada kesuksesan seseorang termasuk keberhasilan belajar.  [6]
Penelitian-penelitian yang dilakukan para ilmuwan telah berhasil menemukan “Q”  jenis ke-3 yang memberikan gambaran utuh kecerdasan manusia yaitu Kecerdasan Spiritual yang disingkat SQ. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang dapat membuat kita mampu menempatkan prilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya. Menurut Danar Zohar dan Ian Marshall, kecerdasan spiritual adalah landasan yang diperlukan untuk memfusikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi manusia. [7]
Kecerdasan spiritual ini bersumber dari fitrah manusia itu sendiri kecerdasan ini membantu manusia untuk memberi makna atas aktifitas yang dilakukan. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan seseorang untuk mengenal tuhannya.   
Kecerdasan spiritual yang merupakan salah satu kecerdasan yang ada dalam diri manusia sering terlupakan. Ini terbukti dengan kurangnya penghayatan mental dan moral oleh kalangan pendidik di indonesia. Masih banyak guru yang hanya memfokuskan pada nilai dalam bentuk angka semata, menyebabkan  pendidikan moral spiritual pada siswa sering terbengkalai. Gejala ini terlihat dengan adanya krisis moral yang melanda negeri ini,bahkan melanda seluruh dunia. Pendidikan nilai-nilai seperti : integritas, kejujuran, komitmen, visi, ketahanan  mental, kebijaksanaan, keadilan, prinsip kepercayaan, sangat jarang dipelajari dan dihayati, padahal justru inilah yang penting.
Pendidikan agama islam merupakan salah satu mata pelajaran di lembaga pendidikan umum memiliki peranan yang sangat strategis dalam pembentukan moral, akhlak dan etika para siswa. Pendidikan agama islam dapat didefinisikan sebagai proses mengarahkan dan membimbing   manusia pendewasaan diri yang beriman dan berilmu pengetahuan yang saling memperkokoh dalaam perkembaangaan mencapai titik optimal kemampuannya. Pendidikan agama Islam harus mampu berperan aktif dalam kebutuhan para siswa.[8]     
C.    Kecerdasan Psikomotorik Dalam Belajar PAI
Perkataan psikomotor berhubungan dengan kata ”motor”,” sensory-motor atau perceptual-motor.” Jadi ranah psikomotor berhubungan erat dengan kerja otot sehingga menyebabkan gerak tubuh atau bagian-bagiannya. Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Terdapat 5 tingkatan, yaitu:
1)      Persepsi.
Langkah pertama dalam melakukan kegiatan yang bersifat motoris ialah menyadari obyek, sifat, atau hubungan-ghubungan melalui alat indera.
2)      Set.
Set adalah kesiapan untk melakukan suatu tindakan atau untuk bereaksi terhadap sesuatu kejadian menurut cara tertentu. Ada tiga aspek set, yaitu aspek intelektuakl, aspek fisis, dan aspek emosional.
3)      Respon terbimbing.
Inilah tingkat pemulaan dalam mengembangkan ketermpilan motoris. Yang ditekankan ialah kemampuan-kemampuan yang merupakan bagian dari keterampilan yang lebih kompleks. Respon terbimbing aalah perbuatan individu yang dapat diamati, yang terjadi dengan bimbingan individu lain.
4)      Respon mekanistis.
Pada taraf ini siswa sudah yakin akan kemampuannya dan sedikit banyak sudah terampil melakukan suatu perbuatan. Sudah terbentuk kebiasaan dalam dirinya untuk ber-respon sesuai dengan jenis-jenis perangsang dan situasi yang dihadapi.
5)      Respon kompleks.
Pada taraf ini individu dapat melakukan perbuatan motoris yang boleh dianggap kompleks, karena pola gerakn yang dituntut sudah kompleks. Perbuatan itu dapat dilakukan secara efisien dan lancar, yaitu dengan menggunakan tenaga dan waktu yang sesedikit mungkin.
Jika hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif dengan materi tentang kedisiplinan menurut ajaran Islam sebagaimana telah dikemukakan, maka wujud nyata dari hasil belajar psikomotor yang merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif yaitu adalah: Peserta didik bertanya kepada guru pendidikan agama Islam tentang contoh-contoh kedisiplinan yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah saw, para sahabat, para ulama dan lain-lain; peserta didik mencari dan membaca buku-buku, majalah-majalah atau brosur-brosur, surat kabar dan lain-lain yang membahas tentang kedisiplinan. [9]
Aspek psikomotor merupakan salah satu aspek yang penting untuk diketahui oleh guru. Perkembangan aspek psikomotor juga melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut antara lain:
a.  Tahap kognitif
Tahap ini ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kaku dan lambat. Ini terjadi karena siswa masih dalam taraf belajar untuk mengendalikan gerakan-gerakannya. Dia harus berpikir sebelum melakukan suatu gerakan. Pada tahap ini siswa sering membuat kesalahan dan kadang-kadang terjadi tingkat frustrasi yang tinggi.
b. Tahap asosiatif
Pada tahap ini, seorang siswa membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk memikirkan gerakan-gerakannya. Dia mulai dapat mengasosiasikan gerakan  yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang sudah dikenal. Tahap ini masih dalam tahap pertengahan dalam perkembangan psikomotor. Oleh karena itu, gerakan-gerakan pada tahap ini belum merupakan gerakan-gerakan yang sifatnya otomatis. Pada tahap ini, seorang siswa masih menggunakan pikirannya untuk melakukan suatu gerakan tetapi waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih sedikit dibanding pada waktu dia berada pada tahap kognitif. Dan karena waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih pendek, gerakan-gerakannya sudah mulai tidak kaku.
c. Tahap otonomi
Pada tahap ini, seorang siswa telah mencapai tingkat otonomi yang tinggi. Proses belajarnya sudah hampir lengkap meskipun dia tetap dapat memperbaiki gerakan-gerakan yang dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap otonomi karena siswa sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk melakukan gerakan-gerakan. Pada tahap ini, gerakan-gerakan telah dilakukan secara spontan dan oleh karenanya gerakan-gerakan yang dilakukan juga tidak mengharuskan pembelajar untuk berpikir tentang gerakannya.
Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun ketrampilan. Oleh karena itu, perkembangan psikomotor sangat menunjang keberhasilan perserta didik. Pada masa usia SMP perkembangan psikomotor ini pada umumnya sudah dicapainya dan untuk selanjutnya dikembangkannya.
Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual, memengaruhi berkembangnya emosi atau perasaan-perasaan dan dorongan-dorongan baru yang dialami sebelumnya, seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis. Pada usia SMP (remaja awal) perkembangan emosi anak menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial, emosinya bersifat negatif dan temperamental (mudah tersinggung/marah, atau mudah sedih). Oleh karena itu, mencapai kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya.
Dalam hubungan persahabatan, anak remaja memilih teman yang memiliki kualitas psikologis yang relatif sama dengan dirinya, baik menyangkut interes, sikap, nilai, dan kepribadian. Pada masa ini berkembang sikap “conformity”, yaitu kecenderungtan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran (hobi) atau keinginan orang lain (teman sebaya) perkembangan konformitas pada remaja dapat memberikan dampak yang positif maupun yang negatif bagi dirinya. Jika temannya menampilkan sikap dan perilaku yang agamis seperti taat beribadah, berakhlak yang mulia, dan aktif dalam kegiatan sosial, maka kemungikinan besar remaja tersebut akan berpenampilan baik seperti temannya. Sebaliknya, jika temannya berpenampilan tidak baik, dia pun akan seperti temannya tersebut.
Di sinilah peran PAI dan guru PAI dalam rangka mengantarkan anak untuk menata perkembangan emosinya dengan baik sehingga dia memiliki sikap dan perilaku yang religius seperti yang dikemukakan di atas. Materi PAI diharapkan dapat memberi pemahaman dan pengamalan (perilaku) keagamaan anak sehingga ketika memasuki masa mukallaf (baligh/dewasa) anak sudah siap dan tidak lagi mulai belajar menapakinya, tetapi sudah memasukinya dengan bekal pemahaman dan perilaku keagamaan yang baik.[10]
D.    Makna Dan Pentingnya Kreativitas Dalam Belajar PAI
a.        Pengertian Kreativitas
Kreativitas merupakan hasil dari fikiran yang kreatif. Kreativitas sering di artikan sebagai kemampuan untuk menghailkan atau menciptakan sesuatu yang baru.
 Menurut Ibrahim Muhammad mengisyaratkan bahwa kreativitas mencakup tiga unsur yaitu keahlian, baru, dan bernilai. Maksudnya adalah keahlian dalam memunculkan sesuatu yang baru yang memiliki nilai dan manfaat.[11]
      Menurut Cee Wijaya, kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan suatu produk baru, baik yang benar-benar baru maupun yang merupakan modifikasi atau perubahan dengan mengembangkan hal-hal yang sudah ada.[12] Bila konsep ini di kaitkan dengan kreativitas guru, guru yang bersangkutan mungkin menciptakan suatu strategi mengajar yang benar-benar baru dan orisinil ( asli ciptaan sendiri ), atau dapat juga merupakan modifikasi dari berbagai strategi yang ada sehingga menghasilkan bentuk baru.

b.       Pentingnya kreativitas Dalam Pembelajaran PAI
   Kreativitas dalam pembelajaran PAI tentu sangat penting yang di mana Menurut Faisal Abdullah menyatakan bahwa belajar kreatif dapat menimbulkan terciptanya ide-ide baru, cara-cara baru, dan hasil-hasil yang baru.
  Bagi  seorang guru yang kreatif selalu menampilkan sesuatu yang baru dalam mendidik peserta didiknya, sehingga peserta didik tidak bosan dengan apa yang di sampaikan oleh guru, dan mereka tergerak untuk belajar sesuatu yang baru.
Maka peran guru disini adalah memberikan nasihat, membatasi dan memberikan filter terhadap setiap kemajuan teknologi informasi kepada peserta didik, tanpa memberikan pengaruh yang buruk terhadap perkembangan peserta didik.
  Hal ini sesuai dengan Undang-undang Sisdiknas Tahun 2003 pasal 3 bahwa:
“Pendidkan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didiknya agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” .[13]
 Hal ini di dukung oleh Usman yang menyatakan bahwa,  pendidikan adalah keahlian dasar yang akan mendukung kemampuan seorang guru dalam menjalankan tugasnya, artinya tinggi rendahnya motivasi seorang guru akan terlihat dari upaya yang dilakukan dalam mengembangkan pendidikannya.[14] Makmur Asmani menyatakan bahwa seorang guru di harapkan mampu membentuk kepribadian, karakter, moralitas, dan kapabilitas intelektual.
Hal yang sama di ungkapkan Yasmin dan Ansari yang menyatakan bahwa guru memiliki peran yang sangat berat dan penting karena guru harus bertanggung jawab atas terbentuknya moral peserta didik yang telah di amanahkan para orang tua atau wali untuk menciptakan peserta didiknya menjadi terdidik, terbimbing, dan terlatih jasmani dan rohaninya.
       Berbicara tentang dunia pendidikan, maka kita bisa mengetahui bahwa Guru memiliki peran yang sangat penting untuk mewujudkan peserta didik yang cakap, tidak hanya dalam Ilmu pengetahuan saja tetapi menciptakan peserta didik yang religius.
Kreativitas juga diartikan sebagai potensi asal manusia, sehingga merupakan tugas utama bagi seorang pendidik atau guru untuk selalu mengembangkan pontensi asal yang sudah ada pada dirinya. Hal ini seperti yang tercantum dalam QS. Al-An’am ayat 135 sebagai berikut:
ö@è% ÉQöqs)»tƒ (#qè=yJôã$# 4n?tã öNà6ÏGtR%s3tB ÎoTÎ) ×@ÏB$tã ( t$öq|¡sù šcqßJn=÷ès? `tB Ücqä3s? ¼çms9 èpt7É)»tã Í#¤$!$# 3 ¼çm¯RÎ) Ÿw ßxÎ=øÿムšcqßJÎ=»©à9$# ÇÊÌÎÈ  
Artinya:  
Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan. ( QS. Al-An’am :135)[15]
      Guru yang kreatif mengandung pengertian ganda, yakni guru yang secara kreatif mampu menggunakan berbagai pendekatan dalam proses belajar mengajar dan juga guru yang senang melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dalam hidupnya.
Kreativitas bagi seorang guru khususnya guru pendidikan Agama Islam (PAI) sangat penting dan di butuhkan guna menemukan cara-cara baru, terutama di dalam menanamkan nilai-nilai ajaran agama Islam pada diri peserta didik. Guru yang mempunyai kreativitas tinggi akan mampu memberikan motivasi belajar kepada anak didiknya. Motivasi berfungsi sebagai pendorong usaha dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa. Dengan adanya motivasi dan keaktifan belajar siswa maka tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam akan mudah di capai.


BAB III
PENUTUP
Simpulan
kecerdasan adalah suatu kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk yang mempunyai nilai budaya atau suatu kumpulan kemampuan atau ketrampilan yang dapat ditumbuhkembangkan. Kecerdasan (Intelegensia) secara umum dipahami pada dua tingkat yakni :Kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved)  dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah.
Kecerdasan sendiri merupakan salah satu faktor yang dapat  mempengaruhi prestasi belajar dan Sekarang ini dikenal beberapa jenis kecerdasan diantaranya kecerdasan intelektual, kecerdasan Emosional dan kecerdasan Spiritual.






[1] http://coretanpena-eisns-staimifda-sbg.blogspot.co.id/2014/12/kecerdasan-majemuk-definisi-tujuan.html
[2] http://dian-fajriyah.blogspot.co.id/
[3] http://coretanpena-eisns-staimifda-sbg.blogspot.co.id/2014/12/kecerdasan-majemuk-definisi-tujuan.html
[4] https://tekpenikip.wordpress.com/2013/06/04/pentingnya-3-kecerdasan-dalam-pendidikan/
[5] Suharsono, Melejitkan IQ, IE dan IS. Depok. Insani Press. 2000. h. 16    
[6] Daniel Z.Goleman,  Emotional Intelligence, Terjemahan T. Hermaya, Jakarta. PT. Grameedia Pustaka Utama, 2001, h.44
[7] Suharsono, Op.Cit. h. 19
[8] Ary Ginanjar A, ESQ-Rahasia Suksees Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, Jakarta, Penerbit Arga, 2001. h. 40
[9] Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Cet. V. (Jakarta: Bina Aksara, 1989).hal. 53
[10] http://jamal-alfath.blogspot.co.id/2011/10/hubungan-materi-pendidikan-agama-islam.html
[11] Ibrahim Muhammad, Menumbuhkan Kreativitas Anak. (Jakarta: Cendikia, 2005),h.21.
[12] Cece Wijaya, dkk. Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar mengajar. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), h. 191.
[13] Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Undang-undang SISDIKNAS Sistem Pendidikan Nasional. (Bandung: Fokus Media, 2009), h. 6.
[14] Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), h.93.
[15] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya. (Semarang: CV. Toha Putra, 1989), h. 145.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar